Renungan Penata Anakku, Masa Depan Keturunanku

RENUNGAN PENATA KEHIDUPAN 09

ANAKKU, MASA DEPAN KETURUNANKU

“Lalu bangkitlah amarah Saul kepada Yonatan,….: “Anak sundal yang kurang ajar!
……dan itu noda bagi kau sendiri dan bagi perut ibumu.”
1 Samuel 20 : 30

 

Mengawali renungan penata kehidupan hari ini, ada pepatah populer yang sudah sering kita dengar: “seperti kacang lupa kulitnya.”  Sangat luas kalau mau menjabarkan dan bisa di artikan demikian bebas.  Namun sedikit arti yang dimaksud adalah orang menjadi lupa asal usulnya, lupa asalnya bahkan kalau di kaitkan dengan keluarga, berarti anak lupa sama orang tuanya.  Kelupaan di sini berkonotasi negatif, kurang baik bahkan sangat buruk.  Untuk mengetahui kenapa ungkapan seperti itu dinyatakan, butuh penelusuran dari sumber yang patut dipercaya.

Di sisi lain, mungkin peristiwa yang menjadi latar belakang penyebutan  itu sesungguhnya fakta negatif yang bermula dari perlakuan orang tua terhadap anak hanya karena posisi anak dalam relasi kuasa kalah.  Orang tua semena-mena dalam memperlakukan anaknya sehingga pada perjalanan waktu, anak menjadi melupakan orang tua. Pelupaan ini dipengaruhi oleh pemendaman kemarahan, sakit hati dan kekecewaan atas anak mereka sampai menciderai hati dan perasaan anak.  Walaupun pelampiasan atas semua rasa itu ke arah yang positif berujud perjuangan yang sangat gigih dan tanpa lelah tetapi diwarnai dengan amarah berkepanjangan.

Di lain pihak ada risiko penurunan kualitas keturunan akibat dari relasi kuasa buruk antara orang tua dan anak.  Tidak sedikit yang orang tuanya berhasil, kaya ironisnya anaknya miskin, keturunannya makin susah.  Ironi kehidupan.

Dalam Renungan Penata Kehidupan kali ini, kita membahas sebuah peristiwa tidak elok berupa ucapan seorang ayah kepada anaknya padahal orang tuanya seorang raja.  Raja Saul, ayah dari Yonatan demikian brutal dan tidak terkendali dalam menanggapi apa yang disampaikan Yonatan atas Daud yang ijin tidak ikut pesta.  Sebenarnya kalau kita membaca utuh dari 1 Samuel 20, pesan Daud yang harus disampaikan Yonatan kepada orang tuanya disampaikan secara santun, penuh hormat, namun tanggapan Saul di luar dugaan.  Apa saja yang perlu kita tarik sebagai pelajaran hidup:

1 Berketurunan adalah perintah Tuhan

Kalau kita melihat secara luas, bagaimana panggilan berketurunan itu sudah diperintahkan Tuhan sejak manusia pertama diciptakan.  Ketika Tuhan berkata: “tidak baik manusia itu seorang diri saja,….” kita bisa menangkap makna dari perkataan itu bahwa Tuhan sendiri menghendaki manusia itu memiliki keturunan, pelanjut kehidupan.  Maka, ketika kita berketurunan berarti sudah memenuhi perintah Tuhan.

2 Berketurunan adalah anugerah Tuhan

Memiliki anak adalah dambaan bagi siapapun yang sudah berkeluarga.  Walaupun kadang kita menemukan keunikan: ada yang beranak banyak sampai harus dibatasi, di lain pihak ada yang sulit punya anak.  Ada perempuan yang mudah hamil, ada juga yang mandul.  Bukan dalam rangka berapriori terhadap keluarga yang tidak berketurunan, namun bagi yang punya anak adalah anugerah Tuhan. Keluarga tetap bahagia walaupun tanpa adanya kehadiran anak.

3 Punya anak, punya tanggung jawab

Ada ungkapan: “banyak anak banyak rejeki.” Karena jaman sudah berubah, ungkapan itu tidak lagi menjadi rujukan bagi orang yang mau berkeluarga.  Membatasi jumlah anak menjadi pilihan dan prioritas keluarga agar agar menjadi keluarga yang berkualitas.  Kasus-kasus anak stunting, sungguh memprihatinkan dan beresiko si anak mengalami gangguan pertumbuhan padahal lahir dari keluarga dengan sedikit anak.  Punya anak banyak bukan lagi menjadi impian keluarga jaman ini.  Tanggung jawab orang tua untuk memelihara dan mencukupkan kebutuhan azasi anak bukan hal yang mudah bagi orang tua.  Namun menyepelekan dan tidak maksimal dalam perawatan tumbuh kembang anak juga sebuah tindakan tidak bertanggung jawaban orang tua terhadap keturunannya.  Jempol bagi para orang tua yang begitu gigih dalam berjerih lelah demi keturunannya lebih baik dan lebih berkualitas.

4 Anak tidak boleh menjadi korban ambisi, keserakahan atau apapun dari orang tua

Menilik peristiwa yang menjadi rujukan untuk Renungan Penata Kehidupan ini, sungguh kebodohan, arogan dan pendeknya cara berpikir Saul. Dendam kesumat Saul terhadap Daud telah membutakan dan membuat picik nalarnya.  Demi mewujudkan ambisinya, siapapun yang tidak setuju atau dianggap menghalangi akan bernasib tragis.  Sudah banyak yang dibunuh Saul, sudah banyak korban dan hari ini korban berikutnya adalah anak sendiri, Yonatan.  Ngeri dan bikin emosi bagi yang tidak setuju semua tindakan dan perkataan Saul.  Tidak ada perkataan Yonatan yang sepadan dengan jawab Saul.  Emosi yang sudah memuncak dan tidak terkendali bukan hanya kata-kata kotor yang tidak pantas tetapi berisi kutukan.  Jangan sembarangan, ingat!!! Anak adalah generasi yang akan meneruskan kita.

5 Dalam rangka mendidik dan mendisiplin, orang tua boleh tegas

“Siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya; tetapi siapa mengasihi anaknya, menghajar dia pada waktunya.”  Amsal 13 : 24.    Sebenarnya masih ada ayat-ayat lain di kitab Amsal yang berisi cara mendidik anak agar baik, penurut dan disiplin.  Dari ayat ini pun sudah cukup memberi gambaran bagaimana memperlakukan anak agar bermasa depan cerah. Pendisiplinan bahkan didikan keras di perbolehkan sejauh orang tua punya tujuan yang benar.  Sebaliknya ketika anak menjadi pelampiasan kemarahan, di hajar tidak sepadan dengan kesalahan anak, hanya akan melukai hatinya dan akan tumbuh sebagai anak yang terluka.  Ketegasan di butuhkan demi kebaikan anak asal tepat waktu, karena kasih, bukan balas dendam, bukan pelampiasan.  Sayangilah anak-anak kita sebagai investasi masa depan.

Kesimpulan

Dari kisah Yonatan, kita bisa belajar bahwa keturunan harus kita siapkan sebagai generasi masa depan kita.  Memang, mempunyai anak ada kerepotan tertentu, ada pengorbanan besar, perlu ketaatan, kesabaran dan ketabahan.  Hari-hari ini kita tidak kekurangan berita-berita tragis dalm relasi anak dengan orang tua.  Suguhan berita sehari-hari sangat memprihatinkan bahkan mengerikan; ada kasus-kasus anak dengan orang tua, ada anak jadi korban kebiadaban orang tua, anak anak terlantar, ada anak jalanan, ada bayi yang di buang, ada aborsi, anak pejuang anak karena berbagai sebab,  akan sangat panjang kalau kita mendaftar semua kasus berhubungan dengan anak dan orang tua.  Bagaimana dengan rumah kita? Anak-anak kita?  Berjuanglah untuk memenuhi kebutuhan anak, bukan untuk memanjakan, teruslah berjerih lelah agar anak menjadi investasi masa depan, menjadi sejarah baik dalam perjalanan hidup kita. Teruslah berjuang dan bekerja dan berdoa selalu.

Tinggalkan komentar